Perempuan dalam emansipasi demokrasi


Perempuan dalam emansipasi demokrasi
(Bukan sekedar warna atau jumlah)
Oleh
Litya Surisdani Anggraeniko

Demokrasi dalam pandangan sederhana adalah suatu kebebasan indvidu untuk dipilih dan memilih sesuai dengan amanat konstitusi. Makna individu dalam hal ini tidak terkecuali adalah kaum perempuan, sehingga terdapat sebuah aturan dalam undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia termasuk demokrasi didalamnya yang menyatakan diskriminasi jenis kelamin adalah laranagan dalam hukum,
Selama puluhan tahun tidak ada ruang khusus yang diberikan partai politik untuk perempuan, yang menyebabkan tidak adanya pengkaderan secara serius yang melibatkan perempuan, tidak heran ketika adanya ketentuan jumlah 30% kursi perempuan di parlemen, menimbulkan kesulitan bagi partai politik untuk menjaring kandidat perempuan.
Adanya aturan terkait dengan jumlah perempuan dalam aktivitas dan pengambilan keputusan merupakan emansipasi dari hegemoni laki-laki, Hadirnya perempuan diparlemen diharapkan dapat menciptakan aturan yang berpihak pada perempuan dan anak. Namun, kenyataanya hingga kini masih banyak kasus-kasus yang korbannya adalah perempuan termasuk didalamnya adalah penerapan demokrasi terbatas yang tak kasat mata bagi perempuan.
Mengakar kuatnya pandangan patriarki yang cenderung menempatkan perempuan dibawah kekuasaan laki-laki serta pandangan terhadap perempuan yang tidak memiliki kemandirian politik, semakin memperkuat terkikisnya eksistensi perempuan dalam kancah demokrasi. Masih adanya pandangan masyarakat yang meragukan kualitas perempuan, yang merupakan pengaruh dari budaya, kepercayaan, atau bahkan pemikiran keliru tentang politik yang hanya dimaknai sebagai tempat untuk bertarung bagi yang kuat sehingga hanya pantas untuk laki-laki.
Perempuan selalu jadi warna juga cerita di negeri ini, di ranah politik perempuan dianggap sebagai sesuatu yang tabu, dianggap sebagai isu yang keruh yang perannya dikebiri dengan alasan patriarki. Kemudian timbul pertanyaan “inikah yang dimaksud dengan demokrasi?”, nyatanya bukan ini adalah democrazy liberal yang menyebabkan hilangnya moral.
 Demokrasi dalam tahun politik selalu diagungkan dengan melenyapkan pemberitaan kasus-kasus perempuan seperti Robiah yang dipecat menjadi guru di Bekasi karena beda pilihan politik dengan yayasan, pemindahan makam di Gorontalo karena beda pilihan politik antara keluarga dengan pemilik tanah atau bahkan ibu Bunga yang dicerai  suaminya hanya karena beda pandangan politik. Sayang, semua hal privat kini berubah jadi ranah publik.
Konkrit sudah permasalahan perempuan dalam ranah demokrasi mulai dari hak untuk dipilih yang dibatasi jumlah hingga hak untuk memilih yang dilanggar, perempuan hanya dianggap sebegai pelengkap atau bahkan sebagai alat mendobrak popularitas. Kedudukan perempuan hanya sekedar memberikan warna bukan mewarnai karena kerap digunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan belaka. Legitimasi yang kian diperkuat dengan sikap masyarakat yang menyatakan bahwa perempuan hanya sebagai komoditas pemuas hasrat semata dengan mengamini hipotesis menyatunya “harta, tahta dan wanita”.
Keyakinan lahirnya politik selama ini adalah dari kebencian yang menimbulkan demokrasi yang kental beraroma maskulin dengan cirinya yang cenderung arogan, culas dan agresif  Kemudian dengan hadirnya perempuan diubah menjadi rasa sayang dan nalar untuk membangun bangsa yang dapat dimaknai sebagai bentuk penguatan demokrasi dengan kontribusi kualitas dan kapasitas diri perempuan serta perluasan jaringan sosial untuk memcahkan masalah kebijakan yang dihadapi pemerintah.
            Tanpa adanya partisipasi secara efektif dari perempuan di lembaga politik sebagai bahan untuk mengambilan keputusan, cita-cita untuk membangun negara yang demokratis tidak akan tercapai karena bukanlah demokrasi ketika demokrasi tanpa partisipasi perempuan, peran perempuan kini harus dipandang sebagai hal yang tak terelakan dalam negara yang demokratis yang kelak akan selaras kembali kemesraan, cita dan cinta demi bangsa dan negara, sehingga perempuan jangan ditinggal dalam bahas demokrasi.




Komentar

Postingan Populer